Langsung ke konten utama

Postingan

Jangan Bully Aku

Postingan terbaru

Elegi Malam Hari

Perjalanan ini masih sangat panjang, Tuhan... Namun rasanya melelahkan sekali... Aku terkapar diatas ranjang. Menatap langit-langit kamar yang mulai melapuk. hanya sekadar untuk berpikir. Hanya sekadar untuk menangis. Hanya sekadar untuk meminta... Perjalanan masih sangat panjang, jauh didepan sana masih sangat gelap.  Sudah lama sekali rasanya aku tidak berpikir tentang kesenangan. Aku berpikir bagaimana ibuku makan.  Aku berpikir bagaimana ayahku minum.  Aku berpikir bagaimana adikku bersekolah. Aku berpikir bagaimana hidup ini akan kuteruskan.  Menangis adalah cara terbaik. Namun berdoa adalah cara terindah.  Lalu aku berpikir tentang Tuhan. Yang aku percaya tidak akan pernah meninggalkan.  Lalu aku berpikir tentang orang-orang yang bernasib sama denganku.  Lalu aku berpikir tentang orang-orang yang membuatku ingin terus berjuang. Lalu aku berpikir tentang diriku.  Yang terkadang hanya bisa membisu. Melawan waktu. Melawan diriku. Melawan nasibku.  " Aku sudah merasakan semua ke

Jejak Kaki Tanpa Arah

Sudah berapa kali aku tenggelam didalam tulisanku sendiri. Aku tidak bisa menghitungnya. Terkadang aku jatuh cinta, terkadang aku ingin membuangnya. aku berjuang mempertahankan, sambil memperjuangkan. Memperjuangkan hidup. namun hidup ini seperti teka-teki. sungguh seperti teka-teki yang aku sendiri tidak bisa menjawabnya. Suka dan duka selalu ada. kusimpan baik-baik semuanya. didalam saku hatiku yang terdalam. Tentang aku biarlah hanya aku yang tahu. begitu juga dengan sulitku. dengan segala resahku. dengan segala anganku. "Akan ku ikuti kemana Tuhan menuntunku pergi. Aku sangat berharap aku bisa berlabu di kebahagiaan yang hakiki."

Rintih Rantauan Malam Ini

Kaki ku berjalan mencari kehidupan. Selagi menyia-nyiakan hidup. Yang diberikan ibuku dari sisa hidupnya, adalah kepingan harapan tinggi pada masa depan. Ibu dan ayah mengorbankan hidup mereka untuk hidupku. Mereka menukar nasi dengan buku. Maka aku menangis sejadi-jadinya.  Kelak, aku juga akan berkorban untuk hidup mereka. Selagi mereka hidup. Namun… apakah bisa? Apakah sempat? Aku bertanya-tanya, Lalu untuk apa kita hidup jika hanya untuk di perjuangkan? Tanpa bisa membayar perjuangan itu sendiri.  "Aku menanjak hingga senja hilang. Sampai di puncak, ditelan kegelapan. Sendiri menunggu pagi atau siang. Aku ingin pulang." Aku ingin pulang… Aku ingin pulang… Sekadar menikmati pelarian… Aku ingin pulang… Ibu, disini tidak ada kesempatan. Bagi anakmu, anak rantauan…

Tidak Ada Jejak Kaki Sendiri yang Patut di Ingat

Didalam sebuah hidup, kebaikan adalah satu-satunya kunci untuk membuka pintu-pintu yang tertutup. Tidak ada satu pun kebaikan yang akan tersia-siakan. atau kebaikan yang tidak menguntungkan. yang ada hanya ‘Kebaikan yang sempat terlupakan.’ Tapi jangan lah sedih. sebab, yang melupakan kebaikanmu hanyalah orang yang kau bantu. Bukan Tuhanmu. "Kebaikan di mata manusia hanyalah seperti jejak kaki diatas pasir. Ketika ombak datang, maka tak terlihat sudah kebaikan itu. Namun, kebaikan di mata Tuhan  seperti kasih sayang seorang Ibu kepada anaknya. Selama nya  akan terkenang disana." Tidak ada yang salah. Hanya saja, terkadang kita lupa disaat kita berbuat baik, kita menaruh harapan disana. seharusnya tidak. Berbuat baik lalu lupakan lah. seperti kau belum melakukan apa-apa bagi seseorang. Maka di titik itulah kau benar-benar berbuat baik. Tidak ada sesuatu yang patut di jadikan alasan untuk pamrih.  Tidak ada kebaikan (sekecil apapun itu) yang sia-sia. Terkadang hanya ki

Malam

Kusembunyikan terangnya dibalik dekapan. Bintang mengapa engkau juga enggan berpijar? Aku menunggu. Mendekap. dalam dekapan.  Kuselipkan cahaya dibalik saku didalam hatiku. Rasanya mengapa hilang kehangatan. Aku menunggu. mencari. dalam dekapan.  Kuperlihatkan pada dunia cahaya yang kusembunyikan. ini milik sang bintang. yang aku bilang enggan berpijar. Aku tidak lagi menunggu. tetapi menangis. dalam dekapan.  Sang malam.

Teruntuk Kapten yang Sedang Goyah Perahunya

Teruntuk sahabat, Camila Hakim (Yang suka sekali menggangguku dengan suara jeleknya) Kalau saja kita hidup di negara bagian di Virginia, mungkin kita akan menjadi penguasa. Setidaknya untuk hidup kita sendiri. Maksudku, antara kita dan Jakarta sudah terlalu banyak luka. terkadang, aku berpikir, "Bisakah kita pergi saja dan tinggal di Virginia? tempat dimana kita bisa melihat lembah Shenandoah. menghabiskan waktu di penginapan kecil yang mungkin mau menerima anak-anak malang seperti kita. anak-anak yang sedang 'tersesat'. Apa kau pikir Lembah Shenandoah itu menyenangkan? kurasa begitu. Sebab jika tidak, tentu A&P tidak akan ingin tinggal berlama-lama disana. Seperti yang digambarkan di buku 'The Wednesday Letters' karangan Jason F. Wright. tapi tentu saja itu tidak mungkin. kita masih terlalu kecil untuk membuka celengan babi yang kita punya dan membeli tiket pesawat lalu pergi kesana. dan kau tahu ini hanyalah sebuah lelucon yang tersirat dalam pikiranku